Minggu, 22 Februari 2009

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Itik alabio (Anas Plathycus Borneo) dulu dikenal dengan sebutan itik banar atau itik bujur. Pemberian nama itik alabio dilatar belakangi kebiasaan orang yang ingin membeli bibit itik di pasar Alabio (Rahardi dan Kastyanto, 1982). Itik alabio merupakan flasma nutfah daerah Kalimantan selatan yang berkembang didaerah Alabio Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan dengan Populasi itik alabio di Kalimantan Selatan pada tahun 2006 tercatat 3.487.002 ekor (Dinas peternakan Provinsi Kalimantan Selatan, 2006). Itik alabio disebut juga sebagai itik dwiguna, karena disamping penghasil telur juga menghasilkan daging yang mempunyai rasa lezat dan kaya akan protein, terutama daging itik pejantan. Sebanyak 19,35% dari 793.800 ton kebutuhan telur di Indonesia diperoleh dari telur itik (Ditjennak, 2001).

Selama ini usaha pembesaran dan penggemukkan itik albio jantan kurang populer dibanding dengan mengusahakan itik alabio sebagi penghasil telur, hal ini dikarenakan itik alabio jantan memiliki nilai ekonomis yang lebih rendah dari itik alabio betina terutama dalam perhitungan income over feed cost nya yang rendah. Untuk megatasi masalah tersebut maka perlu dicari dan dikembangkan penggunaan ransum yang lebih murah, mengingat persoalan harga pakan unggas dan imbangan harga produksi peternakan merupakan salah satu posisi kunci, karena biaya produksi yang dikeluarkan untuk pakan ternak ungga komersil mencapai 60-70% dari biaya produksi.

Tingginya harga pakan unggas lebih banyak disebabkan karena semakin mahalnya bahan pakan sumber protein hewani seperti tepung ikan dan tepung daging yang masih banyak diimpor. Untuk perlu pengajian dan pengembangan penggunaan campuran bahan pakan sumber protein hewani alternatif, salah satu diantaranya adalah dengan memanfaatkan cangkang udang sebagai sumber protein hewani karena mempunyai kandungan protein 53,74%, lemak 6,65%, karbohidrat 0%, serat kasar 14,61%, abu 7,72% dan air 17,28% (Mujiman, 1984). Melihat kandungan gizi dan jumlah yang cukup banyak tersebut cangkang udang dapat dijadikan salah satu alternatif campuran bahan pakan itik alabio.

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil udang dan pengekspor udang beku terbesar dikawasan Asia. Saat ini ada sekitar 170 pengolahan udang dengan kapasitas produksi terpasang sekitar 500.000 ton/tahun (Prasetyo, 2002). Dari industri pembekuan udang dihasilkan limbah yang jumlahnya sekitar 40% dari berat badan udang, limbah industri pengolahan udang ini terdiri dari kepala, kulit, dan sisa daging yang mengandung 40-50% khitin, 25-30% kalsium karbonat dan 15-20% protein (Putro, 1987).

Cangkang udang merupakan limbah padat yang dihasilkan oleh industri pembekuan udang (Purwatiningsih, 1995). Sebagian orang menganggap cangkang udang merupakan salah satu limbah yang mudah menjadi sumber kontaminasi bila tidak ditangani dengan serius maka akan menimbulkan pencemaran lingkungan yang cukup serius. Bidang peternakan terutama itik alabio, cangkang udang dapat diolah kembali menjadi pakan alternatif untuk efesiensi biaya produksi peternakan, dengan menggabungkan cangkang udang dengan dedak atau bahan komersial lainnya.

B. Perumusan Masalah

1. Apakah cangkang udang dapat dijadikan salah satu bahan campuran pakan itik alabio.

2. Seberapa besar pemberian cangkang udang dapat dicampur dalam bahan pakan itik alabio.

3. Bagaimana pengaruh penggunaan cangkang udang sebagai campuran bahan pakan terhadap pertumbuhan itik alabio.

4. Bagaimana pengaruh penggunaan cangkang udang sebagai campuran bahan pakan terhadap produksi telur.

C. Tujuan Penulisan .

1. Untuk mengetahui apakah penggunaan cangkang udang dapat dijadikan salah satu campuran itik alabio.

2. Untuk mengetahui takaran penggunaan cangkang udang yang dicampurkan pada pakan itik alabio.

3. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan cangkang udang terhadap pertumbuhan itik alabio.

4. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan cangkang udang terhadap produksi telur itk alabio.

D. Manfaat penulisan

Untuk mensosialisasikan cangkang udang sebagai bahan pakan alternatif dan disamping itu untuk menyelamatkan lingkungan dari limbah cangkang udang yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan.

E. Luaran yang Diharapkan

Karya Tulis berjudul ’’Pemanfaatan Limbah Cangkang Udang sebagai Alternatif campuran Bahan Pakan Itik Alabio’’ diharapkan mampu memberikan solusi kepada peternak itik alabio mengenai pemanfaatan limbah cangkang udang untuk menekan biaya produksi terutama pakan yang hampir mencapai 70% dari total biaya produksi dan untuk mengurangi pencemaran lingkungan dengan mengalih fungsikan limbah cangkang udang menjadi sesuatu yang dapat dimanfaatkan dalam bidang peternakan. Selain itu karya tulis ini diharapkan dapat memberikan inspirasi kepada peteknologi untuk membuat teknologi pengolahan pakan alternatif.serta dapat memotivasi peternak di Kalimantan Selatan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil produksi peternakan dan memperbaiki perekonomian pertanian daerah dalam bidang peternakan.

II. TELAAH PUSTAKA

A. Itik Alabio (Anas Plathycus Borneo)


Gambar 1. Itik Alabio (Anas Plathycus Borneo)

Adapun karakteristik itik Alabio menurut (wikipedia) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animal

Phylum : chordata

Class : Aves

Ordo : Anferiformes

Famliy : Anatidae

Sub family : Anatinae

Genus : Anas

Spesies : Anas Plathycus Borneo

B. Karakteristik itik Alabio

Menurut (Wasito dan Roehani, 1994) itik alabio mempunyai bentuk tubuh membuat garis segitiga dengan kepala kecil, berdiri tidak terlalu tegak membentuk sudut lebih kurang 60 derajat dengan dasar tanah, warna bulu itik betina kuning keabu-abuan dengan ujung bulu, sayap, ekor, dada, leher, dan kepala sedikit kehitaman.sedangkan itik jantan berwarna abu-abu kehitaman dan pada ujung ekor terdapat bulu yang melengkung keatas, dengan warna kaki dan paruh kuning dan dewasa kelamin pada itik Alabio betina pada umur 6 bulan dengan masa bertelur 8–10 per tahun, produksi telurnya mencapai 275 butir/ekor/tahun dengan berat telur 56-70 gram/butir dengan warna kerabang telur berwarna hijau kelabu. Memiliki berat badan, itik jantan saat dewasa dapat mencapai 1,75 kg dan berat badan itik betina sampai dengan1,60 kg (Srigandono, 1986).

C.Keberadaan Itik Alabio di Kalimantan Selatan

Itik alabio adalah itik varietas Indonesia yang telah lama berkembang di Alabio di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan dan belum di ketahui asal usulnya. Yang jelas berasal dari itik liar, dan merupakan itik tipe petelur (Rasyaf, 1992). Kemungkinan itik alabio adalah hasil persilangan antara itik peking dengan itik lokal, hal ini terbukti adanya kemiripan seperti, sikap dan bentuk badan, bentuk leher, bentuk kepala, warna kaki dan paruh yang sama-sama kuning, akan tetapi ukuran itik alabio lebih kecil dari itik peking (Rahardi dan Kastyanto, 1982).


Gambar 2. Itik alabio (blog.fikriahidayat.com/?=p6)

Itik alabio (Anas Plathycus Borneo) dulu dikenal dengan sebutan itik banar atau itik bujur. Pemberian nama itik alabio dilatar belakangi kebiasaan orang yang ingin membeli bibit itik di pasar Alabio (Rahardi dan Kastyanto, 1982).

Nama asing dari itik alabio adalah Indian Rinner. Itik ini gemar bertelur, bahkan terkadang dalam satu hari mampu bertelur 2 kali.

Dan dalam kurun waktu beberapa tahun dari tahun 2000-2005, jumlah populasi itik semakin bertambah. Dibuktikan dengan tabel yang merupakan hasil laporan tahunan Dinas Peternakan Kalimantan Selatan.

Tabel 1. Perkembangan Populasi Itik Alabio di Kalimantan Selatan ( BPS, 2006)

Tahun

Populasi (ekor)

Peningkatan (%)

2000

2. 276 277

-

2001

2. 454 150

7,81

2002

2. 649 321

7,95

2003

2. 748 628

3,75

2004

2. 925 664

6,44

2005

3. 487 002

16,09

Tabel 2. Keragaman Beberapa Jenis Itik pada Umur 8-12 Minggu (Rasyaf, 1990)

Parameter

Jenis

Umur (minggu)

Bobot hidup (g)

Konversi pakan

Bobot dada

(g/Kg Karkas)

Total lemak

Alabio

8

1.290

2,94

88

179

12

1.670

4,52

116

256

Bali

8

1.320

2,76

94

169

12

1.620

4,45

125

248

Tegal

8

1.250

3,76

105

169

12

1.530

5,47

150

273

D. Pakan Itik Alabio

Memelihara itik secara intensif dalam pemeliharaan yang dipusatkan dalam kandang dengan ren dan kolam seperlunya, dengan sendirinya kita perlu menyediakan pakan yang memenuhi syarat-syarat bagi itik tersebut, guna mencukupi keperluan untuk hidup pokoknya dan untuk menghasilkan telur yang berproduksi tinggi.

Sebenarnya faktor pakan sangat berpengaruh atau bahkan merupakan faktor yang berpengaruh dalam usaha peternakan itik alabio yang berkisar antara 60-70% dari seluruh biaya produksi.

Menurut (Wirjoprajitno, 1984) makanan itik terbagi tiga periode, berdasarkan umur itik yaitu:

1. Periode itik anak (umur 1-6 atau 8 minggu)

2. Periode itik sedang tumbuh (umur 6 atau 8-12 minggu) atau mulai bertelur

3. Periode itik bertelur ( lebih dari 12 minggu).

Syarat pakan yang baik untuk ternak itik adalah sebagai berikut:

1. Ransum disusun dari bahan-bahan makanan yang mengandung gizi lengkap seperti protein, lemak, serat kasar, vitamin dan mineral. Susunlah dari beberapa jenis bahan makanan, semakin banyak ragamnya semakin baik, terutama dari sumber protein hewani.

2. Setiap bahan makanan digiling halus, kemudian dipadatkan dalam bentuk pil atau butiran, agar jangan banyak tercecer waktu itik memakannya. Bahan yang biasa digunakan untuk pakan itik adalah; dedak, jagung, bungkil kedelai, bungkil kelapa, lamtoro, ikan, bekicot, remis, sisa dapur, tepung tulang, kepala/kulit udang dan lain-lain.

3. Jumlah pemberian dan kadar protein di sesuaikan dengan umur pertumbuhan dan produksi telur.

4. Tempat makanan harus dicegah jangan sampai tercemar jamur ataupun bakteri. Jadi harus selalu dalam keadaan bersih dan kering.

5. Sesuaikan jumlah tempat makanan dan minuman dengan jumlah itik.

Tabel 3. Pedoman Pemberian Pakan pada 100 Ekor Itik Menurut (Wirjoprajitno, 1984)

Umur

Makanan selama

Jumlah

Keterangan

A. Anak itik

1 minggu

2 minggu

3 minggu

4 minggu

5 minggu

6 minggu

1 minggu

1 minggu

1 minggu

1 minggu

1 minggu

1 minggu

6 kg

12 kg

18 kg

24 kg

30 kg

36 kg

Pada akhir minggu ke VI jumlah ransum sehari untuk 100 ekor 5,5 kg atau 55 gram/ ekor.

B. Itik muda

6-8 minggu

8-10 minggu

10-11 minggu

11-12 minggu

12-13 minggu

1 hari

1 hari

1 hari

1 hari

1 hari

6-7 kg

7-8 kg

8-9 kg

9-10 kg

10-11 kg

Pemberian makanan dari sistem bubur secara berangsur-angsur di rubah ke sistem tepung dan butiran. Makanan diberikan 3 kali sehari

C. Itik dewasa

3-4 bulan

4-5 bulan

5-6 bulan

Petelur & bibit

1 hari

1 hari

1 hari

1 hari

12-13 kg

14-15 kg

15-18 kg

Lebih 18 kg

Makanan diberikan 2 kali sehari, pagi makanan berbutir. Perlu disediakanbak yang diberi grit dalam kandang

Bahan pakan sumber energi untuk itik antara lain adalah dedak padi, jagung, tepung singkong, nasi kering, roti afkir, dan mie afkir, namun dalam pemberiann pakan sebaiknya tidak dalam bentuk kering. Sebagai contoh perendaman diperlukan jika itik diberi nasi kering, sehingga nasi tersebut agak menjadi lunak atau lembek dan dapat ditelan dengan mudah oleh itik.

Bahan pakan sumber protein yang sangat disukai oleh itik dalam bentuk segar adalah ikah rucah, cangkang udan dan keong, namun pemberiannya harus dalam ukuran yang cukup kecil untuk memudahkan itik menelannya. Selain itu berbagai jenis bahan pakan sumber protein yang berbentuk tepung dapat diberikan kepada itik antara lain bungkil kelapa, tepung ikan dan bekicot.

Tabel 4. Kandungan Nutrisi Beberapa Bahan Pakan (Peternakan.Litbang.Deptan.go.id)

Jenis bahan

Energi metabolis (kkal-kg)

Protein kasar (%)

Fosfor tersedia (%)

Kalsium tersedia (%)

Metionin (%)

Lisin (%)

Dedak padi

2.400

12,0

1.0

0,20

0,25

0,45

Menir

2.660

10,3

0,12

0,09

0,17

0,30

Jagung

3.300

8,5

0,30

0,02

0,18

0,20

Bungkil kelapa

1,410

18,6

0,60

0,10

0,30

0,55

cangkang udang

2.000

30,0

1.15

7,86

0,57

1,50

Ikan rucah segar

3.122

64,33

3,37

4,15

1,79

5,07

Tepung ikan

2.960

55,11

2,85

5,30

1,79

5,07

Tepung bekicot

2.700

44.0

0,43

0,69

0,89

7,72

Limbah roti

-

10,50

0,13

0,17

-

-

Tepung keong mas

-

46,20

0,35

2,98

0,30

1,37

Tepung singkong

3.200

2,00

0,40

0,33

0,01

0,07

Mengingat harga pakan yang lebih tinggi biayanya. Dan mempengaruhi biaya produksi sebesar 60-70% dari total pengeluaran usaha peternakan, untuk itu diperlukan alternative pakan seperti tabel diatas yang mempunyai kandungan yang tidak kalah dengan pakan komersil lainnya, namun dalam mencari bahan yang akan dipakai harus sesuai dengan kadar protein dan energi yang diperlukan oleh ternak itu sendiri. Contoh dalam pemanfaatan pakan alternatif adalah dengan penggunaan cangkang udang.

Tabel 5. Produksi Telur di Indonesia Tahun 2002-2006 (Badan Pusat Statistik, 2006)

Jenis ternak

Tahun

2002

2003

2004

2005

Itik

21,8

21,2

22,2

21,4

Gambar 3. Telur dan Kuning Telur Itik Alabio

(wikibooks.org/wiki/telur itik dan picassa web.google.com)

E. Nilai gizi telur itik

Bahan makanan telur mempunyai beberapa kelebihan, telur mengandung semua zat gizi yang diperlukan tubuh, rasanya enak, mudah dicerna, menimbulkan rasa segar dan kuat dan tubuh, serta dapat menjadi berbagai macam produk makanan.

Telur itik, protein lebih banyak terdapat pada bagain kuning telur sebanyak 17% sedangkan pada putihnya 11%. Protein telur terdiri dari ovalbumin (putih telur) dan ovavitelin (kuning telur). Protein telur mengandung semua asam amina esensial yang dibutuhkan tubuh untuk hidup sehat.

Suatu penelitian dengan percobaan diketahui bahwa telur mempunyai kandungan nilai keguaan protein (Net Protein Utilization) 100%, bandingkan dengan daging ayam (80%) dan susu (75%).


Fungsi trigliserida dan fosfolipida bagi tubuh adalah sebagai sumber energi, satu gram lemak menghasilkan 9 kilokalori energi. Lemak dalam telur berbentuk emulsi (bergabung dengan air), sehingga menjadi lebih mudah dicerna, baik oleh bayi, anak-anak, maupun golongan lanjut usia.

F. Cangkang Udang

Gambar 4. cangkang udang

Karakteristik udang menurut (wikipedia, 2009) adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Animalia

Filum : Anthropoda

Upafilum : Crustacea

Kelas : Mala costraca

Ordo : Decapoda

Upaordo : Pleocyemata

Infraordo : Caridea

Udang merupakan sasaran eksport non migas yang di mulai digalakkan sejak tahun 1987 kini sudah menjadi industri yang handal dan memberikan banyak hasil. (Rasyaf, 1990) udang yang di eksport itu umumnya tidak utuh dengan kulit pembungkus dan kepalanya, oleh karena itu dibagian ini lah yang dinamakan limbah industri udang. Limbah industri udang ini ternyata dapt digunakan sebagai bahan makanan unggas, setelah dikeringkan dan digiling halus. Kualitas bahan makanan ini tentu saja tergantung pada bagian mana dari tubuh udang yang dijadikan limbah.

Cangkang udang dapat diolah menjadi tepung untuk makanan ternak dan ikan budidaya, akan tetapi karena kandungan khitinnya yang tinggi maka daya cerna tepung udang ini rendah, sehingga kurang disukai sebagi sumber protein (Putro, 1987). Walaupun demikian tepung limbah udang sering dipakai sebagai suplemen makanan unggas dan ikan terutama sebagai sumber pigmen asthaxatin agar warna kuning telur dan daging menjadi cerah kemerahan dengan batas penggunaan 30% (Sinurat, 1995). Sedangkan (Purwatiningsih, 1995) menyatakan bahwa limbah yang berupa kepala udang masih bisa dimanfaatkan hingga 15% menjadi produk lanjut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi misalnya khitin, tepung ikan untuk pakan ternak, dan flavour udang.

Limbah cangkang udang dapat dimanfaatkan lebih optimal khususnya sebagian pengganti tepung ikan dalam pakan mendukung program peningkatan produksi peternakan. Terutama dalam usaha meningkatkan devisa ekspor non migas. Hal ini mengingat bahwa Indonesia masih banyak mendatangkan tepung ikan dari luar dan jumlahnya selalu meningkat setiap tahun.

Peluang dalam inovasi pengolahan limbah cangkang udang yang berbasis bio industri perikanan dan perlautan. Sebab, limbah tersebut merupakan sumber potensial pembuatan kitin dan khitosan, yakni biopolimer yang secara komersial potensial dalam berbagai bidang industri.

Khitin dan khitosan merupakan bahan dasar dalam bidang biokimia, enzimologi, obat-obatan, pertanian, pangan gizi, mikrobiologi, industri membran (film), tekstil, kosmetik, dan lain sebagainya. Diluar negeri teknologi pengolahan limbah cangkang udang ini sudah sangat maju sehingga mereka maapu menghasilkan produk khitosan dengan berbagai variasi dan kegunaan.

Cangkang udang jenis udang windu mengandung zat khitin sekitar 99,1%. Dengan teknologi sederhana dan bahan-bahan yang cukup murah, serta mudah didapatkan didalam negeri, dalam proses pengolahan limbah cangkang udang tersebut akan dihasilkan khitin dan khitosan yang cukup berkualitas, tetapi bahan bakunya berupa limbah dan berasal dari sumber daya lokal (local content) (Prasetyo, 2002).

Cangkang udang terdiri dari kepala dan kulit, merupakan limbah yang banyak ditemui didaerah pantai terutama didaerah yang mempunyai pabrik udang dan penampungan udang untuk ekspor. Cangkang udang yang basah mempunyai kadar air 60-65% dan apabila dikeringkan mengandung 50% protein kasar, 11% calcium dan 1,95% fosfor. Pemberian cangkang udang kering hingga 30% dapat meningkatkan produksi telur itik cukup tinggi (Prasetyo, 2002).

Kandungan gizi tepung cangkang udang adalah protein 53,74%, lemak 6,65%, karbohidrat 0%, serat kasar 14,61%, abu 7,72%, dan air 17,28% (Mujiman, 1991). Sedangkan (Rasyaf, 1994) menyatakan tepung cangkang udang mengandung protein kasar antara 35-45% dan berkualitas baik disamping itu juga mengandung mineral yang baik, bagi unggas bahan makanan ini dapat digunakan sebagai pendamping atau dikombinasikan dengan tepung ikan dan bahan sumber nabati lainnya. Pada ayam petelur pemberian tepung cangkang udang dibawah 7% agar tidak mengganggu palatabilitas dan aroma, pada ayam pedaging dan unggas pedaging lainnya dapat diberikan antara 8%-14%. Serat kasarnya tinggi maka penggunaan tepung ini diperlukan 15% (Murtidjo, 1992).

G. Pengolahan Tepung Cangkang Udang

Pengolahan tepung cangkang udang yakni, dimulai dengan penimbangan bahan baku cangkang udang untuk mengetahui bobot awal sebelum diproses. Kemudian proses perebusan, selanjutnya cangkang udang tersebut direbus sampai masak setelah itu proses pengeringan, cangkang udang yang sudah direbus ditiriskan dan selanjutnya dikeringkan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari atau menggunakan alat pengering sampai kadar airnya mencapai 15%. Kemudian proses sekundernya yakni penggilingan, cangkang udang yang sudah kering tersebut kemudian digiling dengan menggunakan mesin penggiling hingga menjadi tepung. Pengayakan, pengayakan dilakukan untuk memisahkan bagian-bagian yang kasar dari tepung tersebut. Dan penimbangan akhir, dilakukan untuk mengetahui berat tepung yang dihasilkan.

H. Penambahan Cangkang Udang dalam Pakan

Menurut (Rasyaf, 1994) tepung cangkang udang mengandung protein kasar antara 35% hingga 45% dan berkualitas baik disamping itu juga mengandung mineral yang baik, bagi unggas bahan makanan ini dapat digunakan sebagai pendamping atau di kombinasikan dengan tepung ikan dan bahan sumber nabati. Pada ayam petelur pemberian tepung cangkang udang dibawah 7% agar tidak menggangu palatabilitas dan aroma pada ayam pedaging dan unggas pedaging lainnya dapat diberikan antara 8% hingga 14%. Sedang (Murtidjo, 1992) menyatakan karena pada umumnya serat kasar tinggi maka penggunaan tepung ini diperlukan sampai 15%. Dengan batas penggunaan 30% tepung limbah udang juga dapat digunakan sebagai suplemen makanan unggas dan ikan terutama sebagai sumber pigmen asthaxatin agar warna kuning telur dan daging menjadi cerah kemerahan (Sinurat, 1999). Sedangkan penggunaan diatas 20% dapat mempengaruhi pertumbuhan itik alabio jantan karena dapat mengurangi palatabilitas dan aroma sehingga nafsu mayam berkurang dan terjadi penurunan berat badan.

III. METODE PENULISAN

Metode penulisan karya tulis ini dilakukan dengan telaah pustaka yang relevan dari berbagai sumber media cetak dan media elektronik.

Data yang diperoleh dari media cetak didapat dari buku-buku yang membahas tentang itik alabio, pakan unggas, budidaya udang dan buku data statistic peternakan. Data dari elektronik didapat dari internet berupa hasil prosiding lokakarya dan majalah yang membahas tentang itik alabio dan pemanfaatan cangkang udang.

Data yang dikumpulkan ditempatkan sesuai dengan pembagian sehingga tersusun suatu tulisan yang logis dan sistematis.

Jumlah populasi dan produksi telur di Kalimantan Selatan diperoleh dari data statistik sehingga dapat mengembangkan gagasan kreatif mengenai keunggulan itik alabio dan pemanfaatan cangkang udang sebagai latar belakang serta penulis dapat menentukan tujuan dan manfaat yang ingin diperoleh melalui penulisan ini.

Data yang lengkap sangat diperlukan untuk menyusun telaah pustaka. Dimana pada bagian ini penulis dapat mengimformasikan tentang sistematika dan karakteristik itik alabio, keberadaan itik alabio di Kalimantan Selatan, bahan pakan, pemilihan bibit, nilai gizi telur itik, pemanfaatan cangkang udang, kandungan cangkang udang, cara pengolahan tepung cangkang udang dan pengaruh penambahan cangkang udang dalam bahan pakan.

Analisis permasalahan didasarkan pada data atau informasi serta telaah pustaka. Pada karya tulis ini, analisis yang dikemukakan adalah tingginya biaya produksi pakan yang mencapai hampir 70% dari total biaya produksi lainnya sehingga perlu dicarikan bahan pakan alternatif salah satunya cangkang udang yang dianggap limbah industri.

Sintesis untuk menghasilkan alternatif pemecahan masalah atau gagasan kreatif didapatkan dengan melihat dari sudut pandang penulis. Seperti diberikannya layanan penyuluhan peternakan dan pemberian pinjaman modal usaha serta kerjasam dengan dinas terkait.

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

A. Analisis

Itik alabio (anas platythincas borneo) merupakan salah satu plasma nutfah di Indonesia yang mempunyai produksi telur yang cukup tinggi. Bisnis budidaya itik juga memiliki prospek yang cukup menjanjikan. Apalagi jika budidayanya dilakukan sacara intensif dalam arti tidak hanya dilakukan sebagai kegiatan sambilan. Dengan produksi hampir 300 butir/ekor/tahun (Nurdian, 2008) dimana kita ketahui kebutuhan akan telur itik terus meningkat tiap tahun, ini dapat dilihat dari data (Badan Pusat Statistik 2006) untuk itu perlu dicarikan solusi bagaimana agar kebutuhan telur tiap tahun bisa dipenuhi, dimana untuk usaha tersebut diperlukan modal atau biaya yang cukup tinggi terutama dari segi bahan pakan yang berkualitas, ketersediaan, bahan pakan dan harga yang tinggi. Tingginya harga pakan ternak karena selama ini Indonesia masih mengimpor bahan baku ternak potensial, seperti bungkil kedelai, tepung ikan dan sebagian jagung. Melihat permasalahan tersebut untuk mengurangi biaya produksi maka perlu dicarikan pakan alternatif yang mampu menunjang kehidupan ternak, baik untuk hidup pokok, pertumbuhan dan produksi.

Hampir disetiap rumah makan di Kalimantan Selatan selalu tersedia menu daging itik mungkin karena rasanya yang empuk dan gurih tetapi apabila daging itik tersebut sudah afkir maka rasanya akan alot. Disamping itu telur itik juga banyak keistimewaannya antara lain timbangannya lebih berat, rasanya lebih enak, bila dicampur dalam adonan kue maka hasilnya akan lebih baik. Telur itik juga dapat dapat digunakan dan disimpan dalam waktu yang lama karena telur itik dapat dibuat sebagai telur asin. Selain memiliki peluang bagus untuk dikembangkan karena permintaan yang semakin tinggi dari masyarakat untuk konsumsi telur dan daging, peternakan itik membutuhkan pakan, khususnya sumber protein yang efisien (Nurdian, 2008).

Pakan merupakan gabungan dari berbagai bahan pakan yang disusun dengan formula tertentu. Pakan yang baik adalah pakan yang mengandung zat-zat nutrien dalam takaran seimbang, disukai peternak, mudah pengadaannya dan ekonomis harganya. Perkembangan pakan itik masih lambat jika dibandingkan dengan perkembangan itik itu sendiri. Hal ini dibuktikan bahwa standar pakan itik baik protein dan energinya yang cocok masih belum banyak digunakan. Secara umum pakan yang dikonsumsi mempunyai peranan penting bagi kehidupan ternak antara lain sebagai sumber tenaga, pertumbahan, produksi, pemeliharaan dan reproduksi (Rasyaf, 1994).

Mengingat harga pakan unggas yang sekarang semakin mahal seperti tepung ikan dan tepung daging yang merupakan sumber protein hewani bahkan masih banyak yang diimpor dari luar, untuk itu perlu dicarikan salah satu bahan pakan alternatif yang dapat dicampur dan dikombinasikan dengan pakan komersial lainnya. Salah satunya dengan memanfaatkan cangkang udang yangg merupakan limbah padat hasil dari industri pembekuan udang dimana sifat limbah ini dapat menimbulkan permasalahan lingkungan.

Udang merupakan salah satu komoditi ekspor yang dapat menambah devisa negara. Udang merupakan sasaran ekspor non migas yang dimulai digalakkan sejak tahun 1987 dan kini sudah menjadi industri yang handal dan memberikan banyak hasil (Rasyaf, 1990). Udang yang diekspor itu umumnya tidak utuh dengan kulit pembungkus dan kepalanya, oleh karena itu dibagian inilah yang digunakan limbah industri udang. Limbah industri udang ini ternyata dapat digunakan sebagai makanan unggas, setelah dikeringkan dan digiling halus. Kualitas bahan makanan ini tentu saja tergantung pada bagian mana dari tubuh udang yang dijadikan limbah.

Kandungan nutrisi yang terdapat pada cangkang udang adalah energi metabolis 2000 kkal, protein kasar 30%, fosfor 1,15%, kalsium 7,86%, metionin 0,57% dan lisin 1,5%. Pemanfaatan cangkang udang ini dapat dibuat tepung dengan proses direbus, pengeringan dan penggilingan. Tepung cangkang udang memiliki kandungan protein 53,74%, lemak 6,65%, karbohidrat 0%, serat kasar 14,61%, abu 7,72% dan air 17,28% (Mujiman, 1984). Melihat kandungan gizi yang cukup banyak maka cangkang udang dapat dijadikan salah satu alternatif sebagai bahan pakan sumber protein hewani.

Tepung limbah udang juga dapat digunakan sebagai suplemen makanan unggas dan ikan terutama sebagai sumber pigmen asthaxatin agar warna kuning telur dan daging menjadi cerah kemerahan (Sinurat, 1999). Sedangkan menurut (purwatiningsih, 1995) bahwa limbah yang berupa cangkang udang dapat dimanfaatkan menjadi pakan ternak dan flavour udang. Adapun pemberian cangkang udang sampai batas 20% tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan itik alabio jantan (Misana, 2004). Untuk itu perlu disosialisasikan pemanfaatan cangkang udang agar pemanfaatannya dapat diketahui dan dilaksanakan penggunaannya oleh peternak yang ada di Indonesia khususnya Kalimantan Selatan, karena pemanfaaatannya masih belum terealisasi secara optimal.

B. Sintesis

Melihat banyaknya permintaan akan telur itik alabio, maka perlu ditunjang dengan biaya pemeliharaan yang efesien dan murah, serta hasil telur yang berkualitas. Maka perlu dicarikan sebuah solusi yaitu dengan memberikan campuran bahan pakan yang dapat memperbaiki kualitas telur itik alabio.

Bahan campuran pakan tersebut ternyata terdapat pada limbah cangkang udang. Dimana limbah cangkang udang tersebut merupakan bahan olahan yang dibuang dan tidak dimanfaatkan lagi. Limbah cangkang udang merupakan salah satu faktor penyebab pencemaran lingkungan, terutama polusi udara karena baunya yang tidak sedap.

Untuk mendapatkan hasil produksi peternakan yang berkualitas dan berkuantitas baik, maka di perlukan asupan makanan dan gizi yang dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan produksi.

Kandungan nilai gizi dan nutrisi yang terkandung dalam cangkang udang ini sangat bagus digunakan sebagai salah satu campuran bahan pakan alternatif itik alabio, yang mana dalam kandungan gizi dan nutrisi tersebut dapat meningkatkan jumlah produksi telur serta meningkatkan pewarnaan pada kuning telur sehingga menjadikan telur itik berkualitas tambak.

Kendala dalam pemanfaatan cangkang udang ini adalah belum adanya sosialisasi kepada peternak di Kalimantan Selatan sehingga mereka belum mengetahui dan memanfaatkan limbah cangkang udang tersebut sebagai campuran bahan pakan yang memiliki kualitas bagus tapi harganya terjangkau, serta dalam hal pengolahan cangkang udang untuk dijadikan tepung udang sebagai pengganti tepung ikan dan tepung tulang yakni belum adanya teknologi pengolah yang tepat guna. Dan bagi peternak yang beternak itik alabio di tengah perkotaan, terkadang sulit untuk mendapatkan cangkang udang tersebut karena cangkang udang kebanyakan didapati didaerah pesisir pantai. Musim panen juga berpengaruh terhadap persedian cangkang udang. Dan masyarakat selama ini masih belum begitu mengetahui teknik pencampuran pakan sendiri dalam meramu pakan itik alabio.

Pemanfaatan limbah cangkang udang ini sangat bermanfaat sekali dan perlu diadakan sosialisasi kepada peternak di Kalimantan Selatan, karena disamping menekan biaya pakan dan meningkatkan hasil produksi serta pendapatan peternak. Dengan mengalih fungsikan limbah cangkang udang ini sebagai salah satu alternatif campuran bahan pakan secara tidak langsung juga kita telah menyelamatkan lingkungan dari pencemaran, karena dilakukan pemanfaatan kembali terhadap cangkang udang yang dianggap sebagai limbah.

Keunggulan (Strenght) dalam cangkang udang adalah dapat menggantikan peran tepung ikan dan tepung tulang dan harganya lebih murah, mengurangi dampak limbah olahan dan mengurangi beban ekonomi petani dan mencari bahan campuranpakan , kelemahan (Weakness) penggunaan cangkang udang adalah masih banyaknya masyarakat yang menganggap bahwa cangkang udang merupakan limbah, untuk peluang (Opportunity) penggunaan cangkang udang adalah dapat dijadikan peluang usaha apabila ada yang memanfaatkannya menjadi suatu komuditas perdagangan, ancaman (Threath) dalam pemanfaatannya adalah hasil dari cangkang udang tergantung pada kuantitas dan waktu panen udang.

V. PENUTUP

A. Simpulan

1. Penggunaan cangkang udang dapat dijadikan salah satu alternatif campuran bahan pakan karena mempunyai kandungan gizi dan jumlahnya cukup banyak maka cangkang udang dapat dijadikan salah satu bahan pakan sumber protein hewani.

2. Takaran yang tepat dalam penggunaan cangkang udang yang dicampur pada pakan itik sebaiknya sebesar 30% guna meningkatkan hasil produksi telur dan menjadikan warna kuning telur menjadi cerah kemerahan.

3. Pengaruh pemberian cangkang udang terhadap pertumbuhan itik alabio jantan ternyata tidak menimbulkan perubahan yang nyata.

4. Pengaruh pemberian cangkang udang terhadap produksi telur akan semakin meningkat dan warna kuning telur menjadi cerah kemerahan bila diberikan 30% karena mengandung sumber pigmen asthaxatin.

B. Saran

Untuk menekan biaya produksi sebaiknya pembuatan pakan diramu sendiri oleh peternak biar lebih murah dan efisien. Dan perlu adanya sosialisasi pemanfaatan cangkang udang ini ke peternak agar kiranya diketahui oleh para peternak dan mulai merealisasikan pemanfaatan limbah cagkang udang ini.